Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari ‘Amir al-Aqli ra bahwasanya dia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita berada sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?’ Beliau menjawab, ‘Sebelum menciptakan langit dan bumi, Dia berada di ghamaam (awan) yang di atas dan di bawahnya ada hawaa (udara); kemudian Dia menciptakan ‘Arasy-Nya di atas air.’” Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ghamaam adalah kabut.
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang diciptakan oleh Allah sebelum Dia menciptakan ‘Arasy-Nya. At-Tirmidzi meriwayatkan dari ‘Ubadah bin Shamit ra, dia mengatakan, “Rasulullah saw bersabda, ‘Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qalam yang berasal dari cahaya.’ Menurut sebuah pendapat, qalam berasal dari permata putih yang panjangnya hampir sama antara langit dan bumi. ‘Kemudian Dia menciptakan Lauh Mahfuzh (Lembaran yang Terjaga) dari mutiara putih yang berasal dari yaqut (batu mulia) merah, yang panjangnya antara langit dan bumi, sedangkan lebarnya antara barat dan timur.’”
Anas bin Malik mengatakan, “Rasulullah saw bersabda, ‘Allah memiliki lauh (lembaran) yang salah satu permukaannya terbuat dari yaqut merah dan permukaan lainnya dari zamrud hijau, sedangkan qalam-nya berasal dari cahaya.’”
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Sebelum Allah menciptakan makhluk, Dia telah menciptakan qalam. Dia berada di atas ‘Arasy; kemudian Dia melihat qalam dengan penglihatan haibah (kebesaran) sehingga qalam itu terbelah dan meneteskan tinta.” Ibnu Abbas menambahkan bahwa qalam itu terbelah dan dari belahan itulah keluar tinta hingga hari kiamat.
Sa’id bin Manshur mengabarkan bahwa yang pertama kali dituliskan oleh qalam adalah, “Aku adalah Yang Maha Menerima tobat. Aku akan menerima tobat orang yang bertobat.” Sementara Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa yang pertama kali dituliskan oleh qalam adalah, “Sesungguhnya rahmat-Ku melampaui kemarahan-Ku.” Masih banyak lagi pendapat-pendapat yang meriwayatkan tentang hal ini, dan yang paling shahih adalah yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra, yaitu pada saat itu qalam menuliskan apa yang bakal terjadi hingga Hari Kiamat dan tentang ketentuan baik, jelek, bahagia, dan celaka. Itulah firman Allah: “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata.” (QS Yaasiin [36]: 12), yakni di dalam Lauh Mahfuzh.
‘Amr bin al-‘Ash mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Allah telah mencatat takdir-takdir makhluk 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.’” Hadits tersebut menunjukkan bahwa qalam diciptakan lebih dahulu daripada ‘Arasy. ‘Arasy merupakan ciptaan yang paling awal. Setelah itu, barulah diciptakan Lauh Mahfuzh.
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Sesungguhnya Allah memiliki lauh yang berasal dari mutiara putih. Dia suka melihatnya 360 kali dalam sehari semalam. Dalam setiap kali lihatan, Dia mencipta, memberi rezeki, mematikan, menghidupkan, mencabut kerajaan, memberikan kerajaan, dan mengerjakan apa pun sekehendak-Nya.”
Demikianlah Allah berfirman: “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-A’raaf [7]: 54).
Dan firman Allah: “Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (QS Faathir [35]: 11)
Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Allah telah menciptakan ‘Arasy-Nya dari cahaya-Nya, Kursi-Nya menempel pada ‘Arasy itu. Di sekitar ‘Arasy terdapat 4 buah sungai, yakni sungai cahaya yang berkilauan, sungai api yang menyala-nyala, sungai salju yang putih, dan sungai air. Di sungai-sungai tersebut terdapat malaikat-malaikat yang bertasbih.
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan bahwa Allah menciptakan ‘Arasy dari zamrud hijau. ‘Arasy ini memiliki 4 penyangga yang berasal dari yakut merah. Antara satu penyangga dengan penyangga lainnya berjarak 80.000 tahun lama perjalanan dan luasnya pun seperti itu. ‘Arasy itu bagaikan tempat tidur. Penyangga-penyangganya dipikul oleh 8 malaikat. Dan kalau diibaratkan, ‘Arasy itu seperti kubah bagi malaikat dan bagi alam semesta.
Masih diriwayatkan dari Ibn Abi Hatim, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya ‘Arasy sebelumnya berada di atas air. Setelah Allah menciptakan langit (yang tujuh), ‘Arasy itu ditempatkan di langit yang ke tujuh. Dia jadikan awan sebagai saringan untuk hujan. Apabila tidak dijadikan seperti itu, tentu bumi akan tenggelam terendam air.”
Ada yang mengatakan bahwa ketinggian awan dari permukaan langit adalah 12 mil. ‘Ikrimah mengatakan, “Sesungguhnya Allah menurunkan tetesan hujan dari langit sebesar unta. Seandainya tidak ada awan dan angin yang memecah-mecahkannya, tentu tanaman-tanaman dan binatang yang terkena hujan itu akan rusak.
Allah berfirman: Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS Al-A’raaf [7]: 57).”
Allah berfirman: Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS Al-A’raaf [7]: 57).”
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra diceritakan bahwa dia mengatakan, “Sesungguhnya di bawah ‘Arasy terdapat laut. Di laut itu ada ikan-ikan bersayap yang dipakainya untuk terbang ke bumi. Matahari membakar sayapnya sehingga ia jatuh ke awan. Kemudian awan melemparkannya ke laut tersebut. Di sanalah ia tumbuh dan membesar.”
Allah berfirman: “Dia-lah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arasy.”(QS Al-A’raaf [7]: 54).
Para ulama berbeda paham tentang ukuran hari yang terdapat dalam firman-Nya “dalam enam masa atau hari”—apakah hari itu termasuk hari menurut waktu dunia atau hari menurut waktu akhirat. Ibnu Abbas ra, Mujahid, adh-Dhahhak, dan beberapa ulama yang lainnya berpendapat bahwa hari tersebut adalah hari menurut waktu dunia. Sementara Ka’ab al-Ahbar dan Ibnu Jarir berpendapat hari-hari tersebut menurut waktu akhirat yang ukuran setiap harinya sama dengan 1.000 tahun hari dunia.
Pendapat yang paling shahih adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan adh-Dhahhak.
Para ulama berbeda paham tentang ukuran hari yang terdapat dalam firman-Nya “dalam enam masa atau hari”—apakah hari itu termasuk hari menurut waktu dunia atau hari menurut waktu akhirat. Ibnu Abbas ra, Mujahid, adh-Dhahhak, dan beberapa ulama yang lainnya berpendapat bahwa hari tersebut adalah hari menurut waktu dunia. Sementara Ka’ab al-Ahbar dan Ibnu Jarir berpendapat hari-hari tersebut menurut waktu akhirat yang ukuran setiap harinya sama dengan 1.000 tahun hari dunia.
Pendapat yang paling shahih adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan adh-Dhahhak.
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Tatkala Allah berkehendak menciptakan bumi, Dia menyuruh semua angin untuk bergejolak. Angin-angin itu bergejolak sehingga air pun bergejolak dan timbul gelombang yang satu sama lain saling berbenturan. Angin terus-menerus menerpa air sehingga air tersebut berbuih. Buih-buih itu bergulung sehingga dari gulungan tersebut jadilah karang putih. Karang putih itu kemudian membukit seperti bukit yang besar. Air menjadi berkurang dan buih kian membesar dengan kekuasaan Allah sampai besaran yang tak terhingga dan sekitarnya dikelilingi dengan air; lalu jadilah bumi seperti bola yang ada di dalam air.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Tatkala Allah menciptakan bumi, asalnya adalah satu lapis; kemudian Dia memisah-misahkan lapisan tersebut hingga tujuh, seperti yang Dia lakukan terhadap langit. Dia membuat jarak antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lainnya sejauh jarak yang bisa ditempuh selama 500 tahun. Itulah firman Allah: Kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 30).”
Wahab bin Munabbih juga mengatakan, “Setelah Allah memisah-misahkan lapisan bumi sampai tujuh, maka nama lapisan yang pertama adalah Adim (yang terlihat dari permukaan), lapisan yang kedua adalah Basith (yang menghampar), lapisan yang ketiga adalah Tsaqil (yang berat), lapisan keempat adalah Batih (yang melebar), lapisan yang kelima adalah Hayin, lapisan keenam adalah Masikah (yang mengunci), dan lapisan yang ketujuh adalah Tsara (tanah yang basah/liat). Dalam sebagian riwayat yang lain, nama lapisan-lapisan tersebut berbeda-beda.”
Ats-Tsalabi mengatakan, “Bumi lapisan yang kedua mengeluarkan angin dan penduduknya adalah umat yang bernama Thamas yang makanan mereka adalah daging mereka sendiri, dan minumannya adalah darah mereka sendiri. Bumi lapisan ketiga penduduknya adalah umat yang wajah mereka seperti wajah manusia, bibir mereka seperti bibir anjing, tangan mereka seperti tangan manusia, kaki mereka seperti kaki sapi, telinga mereka seperti telinga sapi, dan di sekujur tubuh mereka ada bulu seperti bulu domba. Bulu tersebut adalah pakaian mereka. Konon, siang di kita (manusia) adalah malamnya mereka dan malam di mereka adalah siang di kita.
Bumi lapisan keempat penduduknya adalah umat yang bernama Halham yang tidak mempunyai mata dan kaki, tetapi mereka mempunyai sayap seperti sayap burung. Bumi lapisan kelima ditempati oleh umat yang bernama Khasyan. Rupa mereka seperti bagal (peranakan keledai/turunan kuda jantan dengan keledai betina). Mereka berbuntut panjang, setiap buntutnya mencapai 300 siku. Di lapisan bumi ini terdapat banyak ular yang sangat panjang dan mempunyai punuk seperti unta.
Bumi lapisan keenam ditempati oleh umat yang bernama Hatsum yang berbadan hitam dan mempunyai cakar seperti cakar binatang buas. Konon, umat ini dikuasakan oleh Allah kepada Ya’juj dan Ma’juj ketika mereka menyerbu manusia dan menghancurkan mereka. Dan di bumi lapisan ketujuh ada tempat tinggal Iblis yang terlaknat dan bala tentaranya, yaitu setan yang suka mendorong pada kejahatan.”
Bumi lapisan keempat penduduknya adalah umat yang bernama Halham yang tidak mempunyai mata dan kaki, tetapi mereka mempunyai sayap seperti sayap burung. Bumi lapisan kelima ditempati oleh umat yang bernama Khasyan. Rupa mereka seperti bagal (peranakan keledai/turunan kuda jantan dengan keledai betina). Mereka berbuntut panjang, setiap buntutnya mencapai 300 siku. Di lapisan bumi ini terdapat banyak ular yang sangat panjang dan mempunyai punuk seperti unta.
Bumi lapisan keenam ditempati oleh umat yang bernama Hatsum yang berbadan hitam dan mempunyai cakar seperti cakar binatang buas. Konon, umat ini dikuasakan oleh Allah kepada Ya’juj dan Ma’juj ketika mereka menyerbu manusia dan menghancurkan mereka. Dan di bumi lapisan ketujuh ada tempat tinggal Iblis yang terlaknat dan bala tentaranya, yaitu setan yang suka mendorong pada kejahatan.”
Ka’b al-Ahbar mengatakan, “Allah menciptakan 80.000 umat. Setengahnya disimpan di laut dan setengahnya lagi disimpan di darat. Bentuk mereka bermacam-macam.”Dalam salah satu hadits dari Rasulullah saw diriwayatkan bahwasanya beliau bersabda, “Allah menciptakan kawasan berwarna putih seperti perak. Ukurannya 30 kali lipat ukuran dunia. Di sana, tinggal berbagai umat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah sedetik pun.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka termasuk keturunan Adam?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah. Dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Adam.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana dengan Iblis terhadap mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui Iblis.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS An-Nahl [16]: 8).
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka termasuk keturunan Adam?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah. Dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Adam.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana dengan Iblis terhadap mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui Iblis.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS An-Nahl [16]: 8).
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Sesungguhnya di sekeliling dunia ada yang gelap dan di balik yang gelap itu terdapat gunung-gunung yang kukuh.” Dia meriwayatkan bahwa setelah Allah menciptakan bumi maka bumi itu berada di angkasa. Kemudian angin menggerakkannya sehingga bumi itu terpontang-panting dan berguncang. Lalu bumi mengadukan hal tersebut kepada Tuhannya. Ia berkata, “Wahai Tuhanku, kekuatanku telah melemah dan angin menganggapku ringan serta menggerakkanku.” Allah menyerunya, “Aku akan membantumu dengan gunung.” Maka, setelah itu bumi tidak berguncang lagi.
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Gunung diciptakan dari gelombang lautan. Allah berfirman: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Dia memancarkan darinya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (QS An-Naazi’aat [79]: 30-32). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menciptakan langit jauh beberapa lama sebelum menciptakan bumi.”
Ats-Tsa’labi mengatakan, “Setelah Allah menciptakan bumi, Dia mengutus seorang malaikat yang berasal dari bawah ‘Arasy. Malaikat itu muncul dari dasar bumi, ia mengeluarkan salah satu tangannya dari arah timur dan tangan yang lainnya dari arah barat, kemudian dia berpegangan pada ujung bumi karena kakinya tidak memiliki tempat berpijak. Maka, Allah menurunkan seekor banteng dari surga, namanya Nun, yang mempunyai 40.000 tanduk dan 40.000 penyangga. Dari satu tanduk ke tanduk yang berikutnya kalau ditempuh dengan jarak perjalanan memakan waktu sekitar 500 tahun. Oleh karena itu, kaki malaikat tersebut bisa berpijak dengan seimbang pada banteng itu.
Akan tetapi, kaki-kaki banteng itu tidak memiliki tempat untuk berpijak. Maka, Allah menurunkan yakut hijau yang berasal dari surga yang telah dikeraskan selama 500 tahun. Oleh karena itu, kaki-kaki banteng itu bisa berpijak dengan seimbang di atas yakut hijau tersebut. Kemudian Allah menciptakan shakhrah (batu) setebal langit dan bumi. Itulah batu yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya: ‘Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.’ (QS Luqman [31]: 16).
Nama batu tersebut adalah Shaikhur. Diriwayatkan bahwa di dalam batu ini terdapat 9.000 lubang. Di dalam setiap lubang tersebut ada lautan yang luasnya hanya diketahui oleh Allah. Yakut hijau itu bertempat di atasnya (batu). Tatkala batu itu tidak memiliki tempat untuk menetap, untuknya Allah menurunkan seekor ikan yang sangat besar dari laut ketujuh yang berada di bawah ‘Arasy. Ikan tersebut bernama Bahmut. Menurut riwayat lain, Balhut. Batu itu bertempat di atas pundak ikan tersebut.
Menurut sebuah riwayat, siapa pun tidak akan mampu melihat ikan tersebut karena kilatan yang timbul dari matanya. Seandainya semua lautan dunia diletakkan di salah satu dari dua lubang hidungnya, maka lautan tersebut layaknya biji sawi yang ada di lapangan yang luas.
Ikan tersebut menetap di atas air. Ia diam di tempatnya dan tidak bergerak-gerak. Ia berkata, ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Karena-Mu aku kuat, dengan pertolongan-Mu aku berkemampuan. Seandainya tidak ada pertolongan-Mu, tentu aku tidak mempunyai kekuatan untuk memikul beban yang telah Engkau berikan kepadaku. Maka izinkanlah aku, wahai Tuhanku, untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukurku kepada-Mu atas semua itu.’
Allah mengizinkannya untuk bersujud. Maka, ikan itu membenamkan kepalanya ke dalam air hingga tidak kelihatan, kemudian ia memunculkannya dari dalam air. Ikan itu terus-menerus bersujud setiap hari hingga Hari Kiamat. Selanjutnya di dasar air tersebut Allah membuat udara. Di bawah udara itu ada kegelapan dan mulai dari sana pengetahuan makhluk terputus.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Allah mempercayakan ikan tersebut kepada para malaikat. Mereka mendatanginya setiap hari dengan membawa makanan untuknya sebanyak yang membuatnya kenyang. Mereka datang kepadanya dari laut yang bergelombang dengan membawa seribu ikan. Setiap ikan panjangnya seukuran menempuh perjalanan satu hari satu malam. Adapun benteng oleh Allah dipercayakan kepada malaikat yang membawa makanannya setiap hari 1000 pepohonan dari kebun-kebun qudrah (kekuasaan Allah). Setiap pohon panjangnya seukuran dengan menempuh perjalanan sehari semalam. Mahasuci Zat Yang Maha kuasa atas segala sesuatu.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Iblis terlaknat senantiasa membenam ke bumi lapisan ketujuh hingga sampai kepada ikan yang bernama Bahmut itu. Dia datang kepadanya dan berkata, ‘Hai Bahmut, sesungguhnya banteng berkata kepadamu bahwa ia adalah yang memikul batu yang di atasnya ada bumi yang berlapis-lapis, sedangkan engkau tidak memikul beban yang sebanding dengan beban yang dipikulnya. Seandainya engkau dibebani untuk memikulnya, tentu engkau tidak akan kuat walaupun engkau adalah yang memikulnya dan memikul batu itu. Padahal seandainya banteng dibebankan untuk memikulnya tentu dia tidak akan kuat.’
Maka, ikan (Bahmut) tersebut merasa takjub terhadap dirinya dan kekuatannya. Si Iblis terkutuk menyangka bahwa dia telah berhasil menggoda si ikan sehingga dia akan merusak apa yang ada di atasnya. Memang sang ikan kemudian berguncang-guncang di bawah kaki-kaki banteng, tetapi kemudian Allah mengutus satu binatang kecil berukuran sebesar negngat yang bernama Amah untuk menguasainya. Allah menempatkan binatang tersebut di antara dua mata ikan. Binatang tersebut membuat lubang yang menuju ke arah otak ikan hingga sampai ke tulang otaknya. Oleh karena itu, ikan itu takluk dan diam di tempatnya, tidak bergerak dan diam merasakan kepedihan yang ditimbulkan oleh si binatang kecil.
Melihat itu, si Iblis terkutuk datang kepada banteng, kemudian dia menggodanya, sebagaimana dia telah menggoda ikan. Karena tergoda, banteng itu berguncang-guncang, seperti ikan. Maka, kepada banteng tersebut, Allah menguasakan seekor binatang kecil dan menempatkannya di lubang hidungnya. Oleh karena itu, banteng tersebut takluk dan diam, seperti ikan. Tipu muslihat untuk menimbulkan kerusakan yang direncanakan oleh si Iblis terkutuk tidak berhasil.” Demikian diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi.
Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan krom (elemen logam) pada hari Selasa, menciptakan gelap dan cahaya pada hari Rabu, menciptakan binatang pada hari Kamis, menciptakan Adam as pada hari Jumat.”
Para ulama berbeda pendapat tentang hari pertama Allah menciptakan para makhluk. Dalam hal ini ada tiga pendapat yang berbeda. Menurut Ibn Ishaq, hari Sabtu. Menurut Ka’ab al-Ahbar, hari Ahad, sementara menurut Ahli Injil, hari Senin. Nabi saw sendiri mengatakan, “Pada hari Jumat, Allah menciptakan matahari, bulan, bintang, dan para malaikat hingga lewat tiga jam (masa) dari hari Jumat. Dia menciptakan Adam as di akhir hari Jumat dan menurunkannya dari surga menjelang matahari terbenam di hari Jumat.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Hari tersebut disebut hari Jumat karena tanah cikal bakal Adam as dikumpulkan pada hari tersebut. Oleh karena itu, disebut Jumat.”
Hudzaifah al-Yamani mengatakan, “Diriwayatkan dalam salah satu kabar bahwa jarak dunia kalau ditempuh dengan perjalanan adalah sejauh menempuh perjalanan 500 tahun: jarak 300 tahun adalah lautan dan gunung, 100 tahun adalah wilayah kehidupan, dan 100 tahun yang lainnya adalah lahan kosong.”
Sebagian ulama astronomi berpendapat bahwa jihah (arah) itu ada enam. Pertama, timur, yaitu tempat terbitnya matahari, bulan, dan bintang. Kedua, barat, yaitu tempat terbenam. Ketiga, selatan, yaitu tempat beredarnya bintang Capricornus. Di sana itu sangat dingin. Keempat, utara, yaitu tempat beredarnya bintang Canopus. Kelima, bawah, yaitu yang mendekati pusat bumi. Dan keenam adalah atas, yaitu yang mendekati falak.
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Setelah Allah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi dengan sifatnya yang telah diceritakan dalam pembahasan terdahulu, gunung-gunung telah ditancapkan, angin telah dilepaskan, di bumi telah ada binatang-binatang liar dan bermacam-macam burung, maka buah-buahan mengering dan berjatuhan ke bumi dan di bumi tumbuh rerumputan yang satu sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu, bumi mengadukan persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah menciptakan umat yang beraneka ragam dan berlainan jenis, yang diberi nama Jin.
Mereka diciptakan oleh Allah dari angin, kilat, dan awan. Mereka memiliki jiwa dan aktivitas. Lalu mereka bertebaran seperti debu halus karena jumlah mereka yang sangat banyak. Tanah datar, pegunungan, dan berbagai pelosok dunia telah dipenuhi oleh mereka. Mereka menempati permukaan bumi dalam jangka waktu yang dikehendaki oleh Allah. Di antara mereka ada yang putih, hitam, merah, kuning, bercak-bercak, totol-totol, tuli, buta, menawan, jelek, kuat, lemah, perempua, dan laki-laki. Satu sama lain kawin dan melahirkan keturunan. Mereka disebut Jin karena mereka samar, tidak kelihatan.
Setelah mereka menyesaki bumi dan dunia kian menyempit karena mereka terus bertambah, bertambah pula bencana karena mereka, maka Allah mengirimkan angin topan kepada mereka. Angin tersebut membinasakan mereka. Hanya sedikit dari mereka yang tersisa. Mereka adalah yang pertama kali membuat rumah, membelah batu, memburu burung, dan binatang liar. Semua itu terus-menerus mereka lakukan dalam waktu yang lama. Kemudian satu sama lain di antara mereka saling berlaku aniaya: akibatnya, mereka saling berperang. Akan tetapi, perangnya bukan menggunakan senjata. Sebagian di antara mereka melenyapkan sebagian yang lain dengan memblokade rumah-rumah sehingga mereka yang terkepung binasa karena lapar dan haus.
Setelah tindakan perusakan yang dilakukan mereka kian memuncak, maka Allah mengirimkan umat yang berasal dari laut kepada mereka yang jasad-jasadnya lebih besar daripada mereka dan bentuknya lebih menakjubkan, yang disebut dengan Bin. Umat tersebut menyerbu mereka sehingga kaum Jin binasa, tidak satu pun yang tersisa.
Jin tinggal di bumi kurang lebih 500 tahun. Setelah itu, bumi dikuasai oleh Bin. Mereka menikah satu sama lain, melahirkan keturunan dan berkembang biak semakin banyak sehingga bumi kian penuh. Sebagian di antara mereka suka membenam ke bumi lapis ketujuh dan menetap di sana untuk beberapa hari. Bagi mereka tidak ada tempat yang terhalang. Mereka adalah yang pertama kali menggali sumur, membuat sungai, dan mengalirkan air dari sumber-sumbernya dan dari laut. Mereka adalah yang pertama kali membuat mesin/roda, membangun jembatan di atas air, menangkapi ikan di lautan, dan memburu binatang-binatang liar di wilayah yang tidak berpenduduk.
Oleh karena itu, semua binatang, baik di daratan maupun di lautan, mengadukan urusan tersebut kepada Allah dan kerusakan yang disebabkan oleh mereka kian bertambah. Maka, Allah menciptakan Jan.”
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Allah menciptakan Jan dari nyala api…” Beliau juga mengatakan bahwa Jan adalah golongan Jin laki-laki. Mereka memiliki jenis yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang disebut dengan Nahabir; ada juga yang disebut Nahamir. Umat ini layaknya seperti manusia, suka makan, minum, dan berketurunan. Di antara mereka ada yang Mu’min dan ada juga yang kafir. Dan nenek moyang mereka adalah Iblis yang dikutuk oleh Allah.
Diriwayatkan bahwa Allah menjadikan malaikat sebagai penghuni langit dan menjadikan Jan sebagai penghuni bumi. Setelah binatang liar dan burung mengadukan perbuatan Jin dan Bin, Allah menciptakan Jan, sebagaimana telah diceritakan. Setelah Allah menciptakan Jan, maka Dia menempatkan mereka di bumi. Setelah tinggal di bumi, mereka berperang dengan Bin. Jan terlalu kuat bagi Bin hingga mereka mampu menghancurkan Bin sampai tidak ada satu pun yang tersisa. Tinggallah Jan di bumi. Mereka menikah satu sama lain dan melahirkan keturunan sampai bumi ini penuh.
Selanjutnya, di antara mereka timbul kedengkian dan aniaya. Di antara mereka banyak terjadi pertumpahan darah. Sebagian dari mereka mengganggu sebagian lainnya. Atas kejadian ini, bumi mengadu kepada Tuhannya. Maka, ketika itu, kepada mereka Allah mengutus bala tentara malaikat. Dalam rombongan tersebut ada Iblis yang dahulunya bernama ‘Azazil. Dahulunya dia merupakan ketua malaikat. Dia bersama rombongannya mengusir Jan dari bumi. Akibatnya mereka mengungsi ke gunung-gunung dan tinggal di sana dan Iblis merampas bumi dari mereka.
Pada awalnya, si Iblis ini menyembah kepada Allah, baik di bumi maupun di langit. Akan tetapi, kemudian dia ujub dengan dirinya dan dia terasuki ketakaburan (merasa besar). Dalam keadaan demikian, Allah melihat apa yang ada di dalam hatinya, maka Zat Yang Mahaagung berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Pernyataan para malaikat, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…”, maksudnya seperti makhluk-makhluk yang diceritakan terdahulu, yaitu Jin dan Bin. Sebab, mereka telah melakukan kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah.
(Sumber: Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas, “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” (diterjemahkan oleh Abdul Halim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I, Oktober 2002, hal. 13-72)
(Sumber: Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas, “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” (diterjemahkan oleh Abdul Halim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I, Oktober 2002, hal. 13-72)
Adalah Ibn Iyas sejarawan asal Mesir dan merupakan salah satu murid Jalaluddin as-Suyuthi. Nama lengkapnya ialah Abu al-Barakat Muhammad bin Ahmad bin Iyas, lahir di Kairo pada tahun 852 H / 1448 M dan meninggal pada tahun 930 H / 1524 M. Ia semasa dengan Ibn Taghri Baridi, penulis kitab an-Nujum az-Zahirah yang sangat terkenal itu.
Di antara karyanya adalah kitab Bada’i az-Zuhur fi Waqa’i ad-Duhur, yaitu sebuah kitab yang berisi tentang pelbagai kejadian dan kisah para nabi terdahulu. Dalam pengantarnya, Ibn Iyas mengatakan: “…maka saya menulis tentang kejadian dan kisah hidup para nabi ini, dan memilih kisah-kisah yang paling mengesankan…..”. Pilihan untuk memilih kejadian dan kisah perjalan para nabi terdahulu tersebut bukan tanpa alasan. Lantas, apa alasan yang melatarbelakanginya? Jawabnya adalah sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berakal. [H. 2].
Di samping itu juga tidak mungkin semua kejadian dan kisah-kisah para nabi dipelajari semuanya. Sebagaimana dikatakan: “Tak ada seorang pun yang mampu menguasi seluruh ilmu, meski ia mempelajarinya selama seribu tahun. Sebab, ilmu itu laksana lautan yang bergelombang, karenanya ambil segala sesuatu yang bisa membuat kebaikan”. [H. 2].
Dalam kitab tersebut, Ibn Iyas memulai dengan menyebut tentang kejadian permulaan makhluk. Ia mengutip sebuah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal yang terdapt di dalam Musnad-nya dari Amir al-‘Uqaili ra, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah saw: ‘Di mana Tuhan kami sebelum menciptakan langit dan bumi? Rasulullah saw pun menjawab: ‘Ia berada di awan (ghamam) yang di atas dan bawahnya adalah udara (hawa`), kemudian Ia menciptakan ‘arsy di atas air” [H. 2-3].
Selanjutnya pada halaman-halamana berikutnya, Ibn Iyas menyuguhkan tentang riwayat-riwayat tentang salju dan es. Seperti riwayat Ibn Abbas yang mengatakan bahwa Allah swt telah menciptakan di langit gunung-gunung yang terbuat dari salju dan es sebagamana Allah SWT menciptakan di bumi gunung-gunung dari batu. Riwayat ini senada dengan firman Allah SWT: “Dan Allah SWT (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung” (H. an-Nur: 43).
Dalam konteks ini, Ibn Iyas juga mengutip pernyataan Ibn al-Jauzi yang terdapat di dalam pelbagai karyanya. Menurut oenuturan Ibn al-Jauzi, pada abad kelima hijriyah pernah terjadi peristiwa yang amat mengerikan di sebagai belahan bumi sebelah barat, yaitu hujan es dengan butiran-butiran yang sangat besar. Peristiwa ini telah banyak memakan korban jiwa yang sangat banyak, mulai dari manusia sampai binatang. [H. 5].
Di tempat lain, Ibn Iyas juga menjelaskan tentang bagian-bagian dunia. Yang menarik dalam hal ini, ia mengutip pendapat Hermes yang menyatakan bahwa dunia itu ada tujuh bagian. yaitu untuk Turki, Arab, Persi, Sudan, sedang tiga bagian lainnya untuk Ya’ju’ dan Ma’juj. [H. 10].
Tidak lupa Ibn Iyas juga bicara tentang sungai-sungai. Di antara sungai-sungai yang terkenal ialah sunagai Sihan, Jihan, Efrat, Tigris, dan sugai Nil. Konon orang yang mengeruk dan mengalirkan air dari sungai Efrat ke sungai Tigris adalah nabi Daniel.Dan menurut beberapa hukama`, bahwa meminum air sungai Tigris bisa melemahkan syahwat laki-laki dan ba gi perempuan bisa menambah gairahnya. Sedang salah satu dari keajaiban sungai Nil adalah adanya kuda nil yang hidup di sana. [H. 14 dan 21].
Dalam kitab ini juga berbicara tentang kisah-kisah para nabi terdahulu dan di akhiri dengan kisah turunnya nabi Isa ke muka bumi. Apa yang dipaparkan Ibn Iyas dalam kitabnya memang masih perlu untuk dipertanyakan kebenarannya.
Tidak sedikit kejadian dan kisah-kisah yang dipaparkan dalamnya perlu untuk dipertanyakan, tetapi tulisan ini bukan untuk mempertanykan validitas kejadian dan kisah-kisah yang disuguhkan Ibn Iyas. Tulisan singkat ini hanya mencoba mengenalkan dan menghadirkan satu sisi sosok Ibn Iyas melalui sedikit dari isi kitabnya. Dan membaca buku ini akan membawa kita pada masa dan dunia yang sangat jauh. Selanjutnya terserah anda. Salam…
Tentang Kitab
Judul : Bada’i az-Zuhur fi Waqa’i ad-Duhur
Penulis : Muhammad bin Ahmad bin Iyas
Penerbit : Bairut-Dar al-Fikr, t.t
Tebal : 197 halaman
Apk Get File
BalasHapusBilqis Ardani
Black Surya
Jasa Ongkir
Muka Backlink
Muka Grosir
Muka Internet
Muka Mobil
Peluang Bisnis
Raja Ongkos
Muka Motor
Andro Get Like
D-Graha
InterJarKom
Bebas Ilmu
Junaqis.Com
Hamdani Helmi
Coba Ponsel
Muka Shoping
Muka Sport
Droid Net Fun
Kusnurhati.Com
Ari Kusnurhati
Buku Sehatku
Muka Bisnis
Muka Batu
Pikiran Bisnis
Backlink My Site
D-Cisanggiri
D-Cililitan
Manfaat Sehat
Muka Pulsa
Minta Ongkos
Jual Ongkir
Coba Cek Aja
Beli Piso
Gallery Pisau
Obat Nyeri Lutut
BalasHapusObat Ligamen Lutut Rusak
Obat Radang Pita Suara
Obat Uci Uci
Alloh swt tidak butuh tempat, buktinya ketika ruang/tempat belum ada Dia sudah ada….tapi ketika tercipta ruang/tempat (dengan terciptanya Arsy) maka dengan sendirinya Dia swt memiliki posisi berkaitan ruang/tempat itu, yaitu Dia swt diluar ruang/tempat itu…dan posisi itu di atas Arsy….sebab dengan Dia swt berada di luar ruang maka dengan sendirinya Dia swt tidak menempati ruang/tempat, jadi tetap masih bisa dikatakan Dia swt tidak butuh ruang/tempat…..nah kalau sekarang ada pertanyaan “dimana Alloh swt ketika Arsy (ruang/tempat) belum ada?”….ada jawabannya di dalam al-hadits yakni ” fi amaa’, laisa fauqohu hawaa’ wa laisa tahtahu hawaa’ ” artinya ” di amaa’, tidak ada ruang di atas-Nya maupun di bawah-Nya “…..jadi amaa’ adalah kondisi tidak ada ruang…..
BalasHapus